Menjemput Impian nomor 5

Rabu, Tanggal 14 Juli 2010

Jam 08.00 pagi, si Heru uda standby di depan kosan menjemputku. Hari ini aku akan berangakat ke Surabaya menjemput salah satu mimpiku. Ya. Mimpi membeli kamera DSLR sendiri. Sudah lama aku menginginkannya. Mungkin 3 tahun yang lalu. Berangkat dari Malang dengan naik motor, kita berdua melaju kencang sekuat motor berlari. Setelah dua jam setengah bertarung dengan terik dan asap kendaraan yang pengap, kami tiba di Surabaya. Sebelum to the point(beli Kamera) aku di ajak Heru nemunin dosennya, pak Andreas, yang saat itu sedang ada pelatihan di UNESA. Mau minta tanda tangan buat proposal kewirausahaannya yang akan di ajukan ke UM, kampus kita. Kita sempet muter-muter gak jelas karena gak yahu tempatnya. Setelah tanya ngalor ngidul, akhirnya kami temukan tempatnya. Sayangnya Pak Andreas baru bisa keluar pas jam istirahat. Dan itu nanti jam 1. Kulihat sekarang masih jam 10.30.

“ke Mana dulu ni khi. Pak Andreas belum bisa keluar nih.” tanya Heru padaku
“Terserah wes” jawabku singkat. Padahal pengen segera ke toko kameranya...
“ ya uda, kita cari mesin cutting stiker dulu aja ya”
“oke”

Heru memang berencana mau membeli cutting stiker untuk Proposalnya tadi. Dia pengen buat cutting stiker dengan tema pendidikan. Hehmm.. boleh juga. Kita langsung cabut ke kawasan Raden saleh, yang katanya tempatnya penjual segala mesin. Tapi sayang, setelah muter-muter nyatroni setiap toko yang ada, kita sukses gak nemuin tuh mesin. Hufh... panasnya matahari membuat badanku garing mirip ikan asin. Kita pun menyerah. Dan langsung ke tujuan utama, Toko Kamera. Entah tokonya di daerah mana aku tak tahu. soalnya aku jarang ke Surabaya. Apalagi sampe naik motor trus menelusuri setiap jalan yang ada. Karena aku mendapati bahwa jalan di Surabaya ternyata nyebelin pol. Banyak jalan satu arah yang jika kita mau ke arah satunya tuh harus muter jauuuuuhh banget. Hufh..ampun deh.

Beberapa menit kemudian kita nyampe di sebuah toko di pinggir jalan. Kelihatannya cukup bagus. Banyak gambar kamera terpajang di depan. Sepertinya ini toko resminya. Tanpa basa basi, kita langsung masuk. Dingin, ada AC yang terpasang di sana. Ehmm.. akhirnya tubuhku terselamatkan dari kobaran panas di luar yang tanpa ampun menyengat kulitku. Kulihat berbagai macam kamera terpajang di rak di setiap sisi ruangan. Mulai dari yang biasa sampai yang wuah luar biasanya. Penjualnya banyak yang keturunan chinese. Ada beberapa pelanggan yang juga tengah melihat-lihat kamera. Setiap sudut, yang ada hanya all about kamera. Segala aksesorisnya lengkap ada di sini.
“mau cari apa mas” salah satu pegawai cewek mencoba bertanya pada kita

“Canon mbak. 500D.” Heru menyahut, mencoba akrab dengannya

Mbak pegawai itupun beranjak, menunjukkan tempat kamera-kamera High end itu terkumpul dan berjajar menjadi satu. Kita pun mengikutinya.

“sekarang kena berapa mbak” Heru mulai bertanya harga

“ehmmm....Canon 500D.....sekarang kena enam satu sembilan puluh” sambil membuka-buka daftar harga kamera terbaru, “itu sudah dapet bonus tripod dan memory 8 Giga”

“lho, bonusnya bukan baterai cik? Kemarin saya tanya ke sini, bonusnya baterai dan Screen protector” kata Heru sedikit heran.

Lalu ada pegawai lain yang menyahut, “Mas yang kemarin tanya itu ya? Yang nyatetkan info buat temennya? Di bawa gak catetannya?”, katanya sambil tersenyum. “Kemarin memang bonusnya itu. tapi sekarang ada perubahan lagi dari pusatnya. Di ganti tripod dan memory 8 Giga. Lumayan kan”. Dia tersenyum dan sepertinya hafal dengan Heru

“gak ditambah screen protector cik? Tambah ya?” Heru mencoba memulai rayuannya ke wanita yang ngendon di meja kasir. “kan uda langganan. Dulu kameraku juga beli di sini kan. Itu aja gak dapet apa-apa cik. Masak beli lagi gak dapet bonus lagi” sambil senyam senyum menggeliat kayak kucing kepanasan.

“ya gak bisa toh. Itu uda dari sananya. Lagian murah kan screennya tuh”, sedikit tersenyum sambil menghitung uang dengan kalkulator tanpa menatap si heru.

“ayolah cik ya.. tambah ya” Heru belum menyerah

“ya ntar aja, ditotal, trus tak kasih potongan.” Melirik sedikit dan kembali dengan aktifitasnya

“gimana khi..” Heru melempar keputusan padaku

“ehmmm.. ane adanya enam juta dua ratus lebih sedikit. Ya uda gak papa” jawabku pasrah.

“nambah screen ya. Pake uangku dulu aja. Filternya juga belum.”

Tuing..tuing.. tanda tanya bemunculan di atas kepalaku. “Filter buat apaan khi?”tanyaku.

“ya buat nglindungi lensanya. Biar gak tergores.”jawabnya

“okelah. Tapi ente ada bener ta duitnya?” aku mencoba meyakinkan.

“ada kok. Tambah tasnya juga gak?”

Hadeehh... yang tadi aja belom tahu harganya berapa nih dah ditawarin tasnya sekalian. “ emang berapaan tasnya?”

“cik, kalo yang tas low end tuh berapa?” Heru tanya lagi

“Kalo yang itu, dua ratus lima puluh”

Glek. Air ludahku hampir tak bisa kutelan. Busyet,mantap jayaaaa...

“kalo yang biasa?” Heru mencoba mengerti keadaan kantongnya yang emang gak bisa pinjemin nyampe segitu.

“kalo yang biasa, seratus”

“gimana khi, yang biasa aja ya”tanya heru padaku yang manyun dari tadi

“oh, ya..ya.. terserah wes. ente kan yang minjemin duitnya. Ya kalo cukup ya tak apa. Monggo.” Sambil ngusap kringet yang mulai keluar. Padahal AC uda berhasil mendinginkan tubuhku.


ini Heru. kufoto dengan kamera yang mau tak beli. nyobain rasanya moto pake barang mahal..hehehehe.

Setelah semua lengkap, harganya udah ditotal, enam juta empat ratus lima belas ribu rupiah. Ehmm... lumayan. Nguras duit juga. Seluruh duitku tak keluarin dari setiap sudut kantong kiri kananku. Dari dalam tas. Sampe bersih tak bersisa. Kuberikan ke kasir dan sisanya kuserahkan ke Heru. Dan ternyata Cuma dipotong lima belas ribunya, jadi bulat 6,4. Ya weslah. Barang uda di pack, dengan perlengkapan dan tetek bengeknya, kita pun cabut menuju UNESA lagi. Karena kulihat sudah jam 1 karena tadi kita uda janjian dengan pak Andreas jam segitu. Hufh.... akhirnya, aku berhasil menggenggam 500D. Dan berhasil menjadi teman baru lepi dan printerku. Semoga amanah ini bisa kugunakan dengan sebaik-baiknya. Bismillah.

Read Users' Comments (0)

surat seorang photoshoper


Dear,

Saat itu kau tengah berdiri di bawah pohon akasia di depan rumahku. Saat itulah aku melihat sebuah senyuman terindah dalam hariku. Ingin kubuat layer baru dan ku hiasi dengan senyum itu. Tapi aku bingung, bagaimana aku bisa menyeleksi setiap bagiannya yang begitu sempurna, lasso toolku tak mampu mengikuti setiap garis yang terbentuk di tepiannya. Bahkan magic wand tak bisa untuk menguasai seluruhnya.

Akhirnya kubuat new layer. Dengan brush dan paint bucket, ku tuliskan isi hatiku padamu. Dengan warna-warna yang cerah, aku memenuhinya dengan shape cinta. Tanpa harus mengeblurnya karena ku ingin kau tahu bahwa rasa ini akan terlihat jelas dengan sedikit Brightness and contrast yang akan kutambahkan. Bahkan smart sharpen akan mempertajam resolusi cintaku agar kau tahu bahwa pixel-pixelnya begitu banyak tersusun membentuk sebuah gambar indah dan cantik secantik wajahmu.

Aku tahu jika setiap manusia tak ada yang sempurna, tapi aku akan berusaha menghapusnya dengan magic eraser agar setiap keburukan yang ada bisa ter-delete. Aku akan mencoba membersihkan setiap sisanya melalui healing brush, sehingga coretan-coretan yang sempat mengganggu hidupmu bisa tersamarkan. Jika perlu aku akan menclone stamp seluruh kebaikan untuk di replace dalam hidupmu. Kuharap kau akan segera tahu bahwa aku di sini tengah menunggu untuk di select all dan di drag menuju hatimu. Meskipun banyak history masa lalu yang mungkin masih tercecer tak ter group dalam folder hidupmu, aku akan terus menunggu. Entah kapan kau akan tersadar, tapi aku akan terus meng expand sedikit demi sedikit untuk masuk dalam setiap outline cinta yang telah terseleksi. Semoga rasa ini akan terus bersinar cerah, karena jika redup aku akan me-replace colournya dengan warna-warna yang lebih cerah dan indah...

Salam,
Syf_Talkie-1 @ 100% (RGB/8)

Read Users' Comments (0)